Jamur Nusantara | Edukasi, Banyak buku dan literatur yang mengulas berbagai strategi bisnis.
Tulisan ini menawarkan alternatif lain dalam melihat strategi bisnis,
yaitu sebagai konfigurasi nilai bisnis.
Strategi bisnis merupakan
konfigurasi nilai bisnis, karena pasar adalah suatu konfigurasi
(Storbacka dan Nenonen, 2011). Dalam pengertian tersebut, setiap pihak
memiliki ketergantungan satu dengan yang lain, sehingga membentuk
konfigurasi. Apabila konfigurasi tersebut tidak tercapai, pasar akan
menjadi tidak harmoni atau mengalami kekacauan. Untuk menjaga harmoni,
diperlukan para aktor yang memiliki kemampuan mengonfigurasi yang
sekaligus merupakan strategi bisnis.
Lalu, apa gerangan
konfigurasi itu? Mari kita coba memahaminya lewat analogi pekerjaan
seorang arsitek yang mendapat tugas merancang rumah. Arsitek dalam
merancang desainnya, memiliki berbagai pilihan material bangunan dengan
berbagai pilihan warna. Selain itu, tentu dia juga melihat berbagai
aspek, seperti aspek teknis konstruksi dan lingkungan, aspek identitas
desain sang arsitek. Namun, tidak kalah penting dari semua itu adalah
aspek perilaku dan kebutuhan mereka yang akan mendiami rumah tersebut,
serta aspek sosial masyarakat di lingkungannya.
Demikian pula
yang dilakukan oleh pebisnis. Ia adalah seorang perancang konfigurasi
nilai bisnis. Karena pasar adalah suatu konfigurasi, pebisnis merancang
siapa saja yang dilibatkan dalam konfigurasinya. Nah, pertanyaan
selanjutnya adalah seperti apa konfigurasi nilai bisnis itu? Jawabnya,
ada empat hal: perspektif, aktor, pola konfigurasi, dan jenis relasi.
Yang
dimaksud dengan perspektif dalam hal ini adalah sudut pandang yang
memberikan nilai suatu bisnis. Karena bersifat konfigurasi, tentu yang
dimaksud adalah multiperspektif, seperti perspektif ekonomi, sosial,
lingkungan, kemanusiaan, hingga sejarah, dan seni budaya. Sebuah
konfigurasi nilai bisnis melibatkan multiperspektif. Implikasinya,
sebagai contoh, produsen kecap melibatkan sejarah candi-candi di
Nusantara dalam strategi bisnisnya untuk menunjukkan ada hubungan antara
kuliner Nusantara yang terdapat dalam relief candicandi dengan
penikmatan sebuah kecap.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan aktor
dalam konfigurasi nilai bisnis adalah pihak-pihak yang terlibat. Tentu
saja tidak hanya pelanggan, karyawan, dan pemasok; tapi bisa saja
termasuk pemerintah, masyarakat, hingga komunitas konsumen. Di era dunia
serba digital, konektivitas menjadi salah satu penentu. Karena itu
membangun hubungan dengan berbagai aktor dalam konfigurasi bisnis akan
meningkatkan nilai suatu bisnis.
Berikutnya adalah pola
konfigurasi: seperti apa bangunan hubungan masing-masing aktor yang
terlibat? Apakah setiap aktor memiliki bangunan hubungan ke suatu
“pusat”, yaitu pebisnis, ataukah beberapa aktor membangun hubungan
terlebih dahulu dengan aktor yang lain, baru kemudian berhubungan dengan
pebisnis? Apakah pebisnis langsung berhubungan dengan masyarakat, atau
melibatkan komunitas konsumen lebih dulu? Setiap pola memiliki implikasi
nilai bisnis berbeda.
Ukuran sukses konfigurasi nilai bisnis
Selanjutnya adalah jenis relasi. Ada lima jenis relasi dalam konfigurasi bisnis (Halal, 2001). Pertama,
relasi resolusi dari suatu konflik. Hal tersebut merupakan suatu contoh
bagaimana konfigurasi berperan untuk menjaga harmoni suatu pasar. Kedua, relasi kontribusi, masing-masing pihak memberikan kontribusi terhadap kompetensi yang dimilikinya.
Jenis relasi berikutnya, ketiga,
adalah relasi kepentingan, yaitu adanya kepentingan tertentu yang
diperlukan oleh aktor-aktor. Relasi kompetisi adalah jenis relasi keempat. Relasi ini juga diperlukan untuk meningkatkan kualitas nilai konfigurasi bisnis. Kelima, relasi kolaborasi: peran dari suatu konfigurasi nilai bisnis untuk memberikan solusi terhadap berbagai masalah.
Pertanyaan
selanjutnya adalah apakah “ukuran” sukses sebuah konfigurasi bisnis?
Bila sang arsitek ditanya apa ukuran sukses konfigurasi rancangannya,
tentu jawabnya sangat beragam. Mengacu pada beberapa penghargaan
arsitektur terbaik, kriteria yang sering muncul adalah kompetensi teknik
dan desain, melibatkan lingkungan fisik dan sosial, memperhatikan
pluralisme, dan tentunya memperhatikan kebutuhan dan perilaku
penghuninya atau dengan kata lain memanusiakan manusia.
Demikian
pula halnya dengan pebisnis. Karena pasar adalah suatu konfigurasi,
pebisnis memiliki peran ikut menjaga harmoni pasar melalui konfigurasi
nilai bisnis. Ukuran sukses tentu tidak hanya meraih kinerja
bisnis—seperti profitabilitas dan pertumbuhan—tetapi juga keterlibatan
lingkungan fisik dan sosial, perhatian pada pluralisme, serta tentu
perhatian pada kebutuhan dan perilaku pelanggan dan karyawan.
Sejauh mana efektivitas suatu konfigurasi bisnis? Penelitian consumunity—penelitian
mengenai proses komprehensif konsumsi komunitas yaitu proses yang
terdiri dari: pembentukan, produksi, interaksi, dan kontribusi
komunitas, oleh Prasetiya Mulya Business School sejak tahun
2007—menyatakan bahwa konfigurasi bisnis yang terdiri dari pebisnis,
komunitas konsumen, karyawan, dan masyarakat memberikan nilai positif,
baik secara finansial, sosial, budaya, dan lingkungan. Dari sisi
finansial, komunitas konsumen akan cenderung lebih membeli produk suatu
perusahaan apabila nilai bisnis yang ditawarkan oleh pebisnis tidak
hanya memiliki nilai manfaat produk, tapi juga nilai sosial, budaya,
maupun lingkungan.
Dari penjelasan tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa bisnis tidaklah cukup hanya memberikan nilai melalui
produk, tetapi juga dengan melalui suatu konfigurasi nilai bisnis.
Melalui konfigurasi nilai bisnis, nilai yang akan dihasilkan akan jauh
lebih mulia, tidak hanya ikut serta dalam merawat lingkungan, tetapi
juga turut serta melestarikan sejarah, bahkan ikut memanusiakan manusia.
Sumber : http://kolom.kontan.co.id/news/191/Konfigurasi-nilai-bisnis
Senin, 10 Juli 2017
Sekolah Jamur Nusantara
KONFIGURASI NILAI BISNIS : JAMUR TIRAM
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar